RINDU ( Mading ELMA)

 

Karya : Muhammad Nur Fikri

Kelas : Awaliah 3 / XI Bahasa MA Al-Mahalli

Alamat : Tegalmas RT 01 RW 07 Prawatan Jogonalan Klaten

 

RINDU BINTANG JAUZA

Karya : Risma Isya Almaya

Kelas : Awaliah 4 / X Bahasa MA Al-Mahalli

Alamat : Mojolegi, Karang Tengah, Imogiri, Bantul

           Fajar diufuk timur mulai memancarkan sinarnya bintang-bintang nampak berkedip dibalik awan sesekali terdengar ocehan burung yang mencerminkan kegembiraan seolah dunia seisinya sedang diselimuti kenyamanan dan ketenangan menatap lurus masa depan dari kejauhan. Begitu juga kegembiraan ketika tiba hari ditentukannya seluruh santri dipulangkan hawa yang lama telah kembali pada pangkuan yang terus berkejaran dipikiran, laksana kepakan cendrawasih penghias jagat raya yang terbang menebar kenangan masa lalu. Telah lama tak menginjak tanah kelahiran tanah yang kurindukan walau akan tetap ada kerinduan yang lebih dahsyat dari ini, tak terasa aku telah diambang pintu rumah yang sedang terbuka.Lalu kuucap salam

“Assalamu’alaikum mak,pak, Ica sampun wangsul” tak perlu menunggu lama kedua orang tuaku menemuiku dan memelukku. Ini adalah hal  biasa saat liburan pondok aku selalu pulang sendiri karena aku tak mau merepotkannya

“Wa’alaikumussalam Ya Allah… denok ayu pun wangsul mlebet-mlebet wah-wah tambah ayu, pripun kabare sae to? Pripun ngajine lancar mawon to?” tanya ibuku panjang dan belum sempat kujawab hanya “Alhamdulillah bu” “Alhamdulillah, pripun uripe ten mriko krasan?” lanjut bapak sambil berjalan masuk rumah

“kerasan pak, sae ten riko sedantene, ten riko nggih sami pak ustad e kalih bapak, menawi bapak cerito tentang wayang ten riko ceritane kuatah sanget pak, hehehe” jawabku bersemangat.

“Wah sae sanget niku cerito Rasulullah perang kalih musuh islam nopo nduk?” tanya bapak yang sekarang di ruang tamu hanya denganku karena mamak baru saja masuk kamar beresin barang-barangku lalu buatin makanan.

“Nggih wonten pak, Ica paling remen cerito Abu Nawas diken nangkep angin kalih Sultan Harun Ar Rasyid” tak terasa aku malah cerita panjang tawa bapak memecah percakapan kami setelah aku bercerita belum selesai aku… “pak onten malih Nasrudin Huja, ia disuruh mengajari keledai membaca atas suruan penguasa timuriyah Namanya Raja Timur Lenk” tak kunjung selesai juga tawa bapak saat aku cerita, baru berhenti kala mamak datang bawa makanan yang tak perlu lama piring ini telah bersih.

Tak terasa tiga hari berlalu dan saatnya aku kembali memerangi kebodohan dengan diantar oleh orang tuaku kepondok. Kala sampai dan aku hendak masuk mamak memanggilku dan memeluk putrinya dengan tangisan Bahagia dan bangga bapak juga memelukku sejuta nasihat dan pesan agar aku tetap baik-baik disini. Lambaian tangan yang akan kukenang perlahan menghilang bersamaan orang-orang yang berlalu Lalang.

“Kerinduan yang telah terobati” kataku dengan lirih menatap orang tuaku yang telah pergi. Meneteskan air mata tanpa kusadari, namun tetap saja kerinduan yang dahsyat itu akan abadi di hatiku.

Mentari yang telah lama terselimuti kegelapan malam dan tergantikan bintang-bintang dan para santri berkumpul di aula pada malam pertama setelah liburan untuk bersholawatan bersama melantukan keagungan Rasulullah dengan hati yang membendung segala kerinduan, y aini yang kumaksud kerinduan yang dahsyat dalam hidupku dan akan selamanya begitu dan semakin meningkat setiap kedipan mataku. Tak ada cahaya kehidupan yang lebih terang daripada cahaya Rasulullah sempurna seluruhnya laksana binta Jauza’ bintang yang paling benderang penerang setiap insan yang membutuhkan, mengulurkan tangan dengan segala kesempurnaan akhlaqnya seperti seseorang yang yatim tidak akan ada manusia yang melebihi bahkan untuk menyamainya pun sulit. Nasab yang terus terjaga dari ayah maupun dari ibu yang kelahirannya disambut Asiah yang mulia dan Maryam yang penyabar.

Santri terus melantunkannya hingga pada lafal

لم يمتحن بما تعيل عقول به ” حرصا علينا ولم نرتب ولم نهم

Air mataku berhasil menetes kerinduan pada baginda Nabi SAW yang sangat dahsyat,  kerinduan diatas segala kerinduan “Rasulullah yang tak menguji kita dengan hal-hal yang tak mampu dipikirkan oleh akal #Karena sangat mengharapkan hidayah kita sehingga tak ragu dan tak bimbang” Kerinduan yang terus membuat air mat aini semakin deras, kerinduan yang akan tetap tak bisa digambarkan ataupun diutarakan dengan kata-kata yang indah sekalipun dan kerinduan yang abadi selamanya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *